Wednesday 25 October 2017

Kebijakan Pemerintah Untuk Mengatasi Permasalahan Ekonomi

  



1. Kaitkan sistem Gerakan Banteng Soemitro dengan program ekonomi di masa sekarang ini!

Program Benteng adalah kebijakan ekonomi yang diluncurkan pemerintah Indonesia bulan April 1950 dan secara resmi dihentikan tahun 1957. Tujuannya adalah membina pembentukan suatu kelas pengusaha Indonesia "pribumi" (dalam arti "non-Tionghoa).
  LATAR BELAKANG
Pada tahun 1950-an, ada tekanan politis yang meningkat agar kekuasaan ekonomi diambil dari perusahaan swasta Belanda yang masih ada di Indonesia saat itu, demi penyelesaian Revolusi. Namun, Indonesia masih memerlukan modal dan keterampilan asing untuk menghasilkan pembangunan ekonomi yang diperlukan untuk menghadapi peningkatan jumlah penduduk. Bulan Februari 1950, presiden Soekarno sudah sempat menyampaikan kepada kalangan perusahaan asing bahwa pemulihan ekonomi Indonesia setelah selesainya Revolusi memerlukan dikerahkannya segala sumber modal, baik asing maupun dalam negeri. Tahun 1953 menteri Keuangan Ong Eng Die menyatakan bahwa peranan perusahaan asing dalam pembangunan ekonomi Indonesia perlu dicantumkan secara jelas dalam rencana pembangunan mendatang.
Program Benteng merupakan suatu cara mengembangkan peranan orang Indonesia dalam ekonomi tanpa merugikan perusahaan asing, terutama Belanda.

«  PELAKSANAAN
Program Benteng melewati sejumlah tahap, dengan pengubahan dalam banyak kesempatan. Program terutama mencakup impor, karena modal yang diperlukan tidak terlalu besar. Lagipula, peranan Belanda sangat terasa di bidang ini, terutama lewat lima perusahaan niaga besar.
Pada mulanya yang ditekankan adalah barang mana yang wajib diimpor oleh pengusaha pribumi. Kemudian, yang dibicarakan adalah persyaratan mengenai kelayakan memperoleh lisensi impor. Tahun 1950 sudah sempat ditentukan bahwa paling tidak 70% dari pemegangan saham perusahaan harus dimiliki "bangsa Indonesia asli". Bulan Mei dan Juni 1953, debat mengenai penaikan persentase ini, termasuk tuduhan diskriminasi terhadap importir Tionghoa, berakibatkan jatuhnya Kabinet Wilopo.
Program Benteng ditinjau kembali bulan September 1955 oleh Kabinet Burhanuddin Harahap dan menteri Keuangan Sumitro Djojohadikusumo. Syarat berdasarkan suku dicabut dan diganti dengan persyaratan ketat mengenai pembayaran uang muka.
Dibentuknya Kabinet Karya di bawah Djuanda Kartawidjaja bulan Maret dan April 1957 ditandai dengan pengalihan ke "ekonomi terpimpin". Program Benteng resmi dihentikan.
Sistem Perekonomian Indonesia
Setiap negara menganut sistem ekonomi yang berbeda-beda terutama Indonesia dan Amerika serikat , dua negara ini pun menganut sistem ekonomi yang berbeda. Awalnya Indonesia menganut sistem ekonomi liberal, yang mana seluruh kegiatan ekonomi diserahkan kepada masyarakat. Akan tetapi karena ada pengaruh komunisme yang disebarkan oleh Partai Komunis Indonesia, maka sistem ekonomi di Indonesia berubah dari sistem ekonomi liberal menjadi sistem ekonomi sosialis.
Pada masa Orde Baru, sistem ekonomi yang dianut oleh bangsa Indonesia diubah kembali menjadi sistem demokrasi ekonomi. Namun sistem ekonomi ini hanya bertahan hingga masa Reformasi. Setelah masa Reformasi, pemerintah melaksanakan sistem ekonomi yang berlandaskan ekonomi kerakyatan. Sistem inilah yang masih berlaku di Indonesia.
  •  Sistem Ekonomi Kerakyatan
Pemerintah bertekad melaksanakan sistem ekonomi kerakyatan dengan mengeluarkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1999, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa sistem perekonomian Indonesia adalah sistem ekonomi kerakyatan. Sistem ekonomi ini berlaku sejak tahun 1998. Pada sistem ekonomi kerakyatan, masyarakatlah yang memegang aktif dalam kegiatan ekonomi, sedangkan pemerintah yang menciptakan iklim yang bagus bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha. Ciri-ciri sistem ekonomi ini adalah :
1.      Bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan yang sehat.
2.      Memerhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai keadilan, kepentingan sosial, dan kualitas hidup.
3.      Mampu mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
4.      Menjamin kesempatan yang sama dalam berusaha dan bekerja.
5.      Adanya perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat.
"Dari uraian di atas dapat dikaitkan bahwa antara Gerakan Benteng dan Sistem ekonomi yang berlangsung sekarang ini mempunyai ciri yang sama yaitu memberikan rakyat ruang untuk aktif dalam berekonomi. Dalam Gerakan Benteng disebutkan bahwa yang diberi kesempatan adalah rakyat pribumi karena pada saat itu pengusaha pribumi tidak banyak berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Bantuan tersebut berupa bimbingan konkret atau bantuan kredit. Selain memberikan bantuan modal, pemerintah berusaha membangun kewirausahaan pribumi agar mampu membentengi perekonomian negara. Sedangkan dalam sistem perekonomian sekarang ini, antara pribumi dan etnis yang lainnya (contoh : China) dinilai  telah memiliki kemampuan yang sama rata. Oleh karena itu, dalam sistem peekonomian yang sekarang lebih mengorientasikan tentang cara bersaing secara sehat dan cara memperbaiki sistem, misalnya pembangunan yang lebih berwawasan kepada lingkungan hingga diadakannya perlindungan hak-hak konsumen dan perlakuan yang adil bagi seluruh rakyat."

2. Bandingkan sistem Gunting Syafruddin dengan sistem Redominasi

1.      GUNTING SYAFRUDDIN
 Pada tanggal 19 Maret 1950, sanering pertama kali dikenal dengan nama "gunting syafrudin" dimana uang kertas betul-betul digunting menjadi dua secara fisik dan nilainya. Dia memerintahkan agar seluruh ‘uang merah’ NICA (Nederlandsch Indië Civil Administratie) dan uang De Javasche Bank/DJB (bentukan penjajah belanda yang kemudian berubah nama menjadi BI/Bank Indonesia) yang bernilai rp 5 ke atas digunting menjadi dua bagian.
·           Gunting Sjafruddin adalah kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Syafruddin Prawiranegara, Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta II, yang mulai berlaku pada jam 20.00 tanggal 10 Maret 1950.
·          Gunting Syafrudin adalah plesetan yang diberikan rakyat atas kebijakan ekonomi (khususnya moneter) yang ditetapkan mulai berlaku Jumat, 10 Maret 1950.
Menurut kebijakan itu, "uang merah" (uang NICA) dan uang De Javasche Bank dari pecahan Rp 5 ke atas digunting menjadi dua. Guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai semula sampai tanggal 9 Agustus pukul 18.00.
Mulai 22 Maret sampai 16 April, bagian kiri itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan tempat-tempat yang telah ditunjuk. Lebih dari tanggal tersebut, maka bagian kiri itu tidak berlaku lagi alias dibuang.
Guntingan kanan dinyatakan tidak berlaku, tetapi dapat ditukar dengan obligasi negara sebesar setengah dari nilai semula, dan akan dibayar 40 tahun kemudian dengan bunga 3% setahun. "Gunting Sjafruddin" itu juga berlaku bagi simpanan di bank. Pecahan Rp 2,50 ke bawah tidak mengalami pengguntingan, demikian pula uang ORI (Oeang Republik Indonesia).
Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi negara yang saat itu sedang terpuruk yaitu utang menumpuk, inflasi tinggi dan harga melambung. Dengan politik pengebirian uang tersebut, bermaksud menjadi solusi jalan pintas untuk menekan inflasi, menurunkan harga barang dan mengisi kas pemerintah untuk membayar utang yang besarnya diperkirakan akan mencapai Rp 1,5 milyar.
Pada tanggal 25 Agustus 1959 terjadi sanering kedua yaitu uang pecahan Rp 1000 (dijuluki Gajah) menjadi Rp 100, dan Rp 500 (dijuluki Macan) menjadi Rp 50. Deposito lebih dari Rp 25.000 dibekukan. 1 US $ = Rp 45. Setelah itu terus menerus terjadi penurunan nilai rupiah sehingga akhirnya pada Bulan Desember 1965, 1 US $ = Rp 35.000.
Seperti juga ‘gunting Syafrudin’, politik pengebirian uang yang dilakukan soekarno membuat masyarakat menjadi panik. Apalagi diumumkan secara diam-diam, sementara televisi belum muncul dan hanya diumumkan melalui RRI (Radio Republik Indonesia).
Karena dilakukan hari Sabtu, koran-koran baru memuatnya Senin. Dikabarkan banyak orang menjadi gila karena uang mereka nilainya hilang 50 persen. Yang paling menyedihkan mereka yang baru saja melakukan jual beli tiba-tiba mendapati nilai uangnya hilang separuh.
Pada tanggal 13 Desember 1965 dilakukan Sanering yang ketiga yaitu terjadi penurunan drastis dari nilai Rp 1.000 (uang lama) menjadi Rp 1 (uang baru). Sukarno melakukan sanering akibat laju inflasi tidak terkendali (650 persen). Harga-harga kebutuhan pokok naik setiap hari sementara pendapatan per kapita hanya 80 dolar us.
Sebelum sanering, pada bulan november 1965 harga bensin naik dari rp 4/liter menjadi rp 250/ liter (naik 62,5 kali). Nilai rupiah anjlok tinggal 1/75 (seper tujuh puluh lima) dari angka rp 160/ us$ menjadi Rp 120,000 /us$.
Setelah sanering ternyata bukan terjadi penurunan harga malah harga jadi pada naik. Pada tanggal 21 Januari 1966 harga bensin naik dari rp 250/liter menjadi rp 500/ liter & harga minyak tanah naik dari rp 100/ltr menjadi rp 200/ltr (naik 2 kali).
Sesudah itu tanpa henti terjadi depresiasi nilai rupiah sehingga ketika terjadi krisis moneter di Asia pada tahun 1997 nilai 1 us $ menjadi rp 5.500 dan puncaknya adalah mulai April 1998 sampai menjelang pernyataan lengsernya suharto maka nilai 1 us $ menjadi rp 17.200.
Lalu apakah kebijakan politik pengebirian nilai fiat money (uang kertas) ini bakal terulang lagi? Sebenarnya pengebirian nilai fiat money ini terjadi secara halus dan perlahan tapi pasti, buktinya bisa dilihat dari kenaikkan harga barang dari tahun ke tahun, yang sesungguhnya adalah pengurangan nilai fiat money. Padahal harga barang itu tetap, tapi karena nilai fiat money yang kita pegang angkanya makin banyak tapi daya belinya makin turun.

Sanering Rupiah adalah pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun.
Dampak  dari sanering, menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis.
Tujuan dari sanering, mengurangi jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga. Katanya program sanering itu dilakukan karena ekonomi negara itu sangat buruk yang mendekati ambruk karena hiper inflasi
Nilai uang terhadap barang dari sanering, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya.
Kondisi saat dilakukan, dalam kondisi makro ekonomi tidak sehat, inflasi sangat tinggi (hiperinflasi).
Masa transisi Sanering tidak ada masa transisi dan dilakukan secara tiba-tiba.
Contoh:  Pada sanering, bila terjadi sanering per seribu rupiah, maka dengan Rp 4,5 hanya dapat membeli 1/1000 atau 0,001 liter bensin.
2. REDOMINASI
Topik yang sedang menarik perhatian publik saat ini adalah redenominasi rupiah. Rencana Bank Indonesia untuk melakukan redenominasi rupiah banyak mengundang kritik dari berbagai pihak dari ahli ekonomi, pengamat bursa saham, pelaku bisnis dan lain-lainnya. Bank Indonesia mengatakan, redenominasi rupiah tidak sama dengan sanering atau pemotongan nilai mata uang. Sebab, dalam redenominasi meski tiga angka nol terakhir dihilangkan, tapi nilainya sama.
Redenominasi Rupiah adalah menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misal Rp 1.000 menjadi Rp 1.
Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah.
Dampak dari Redenominasi, Pada redenominasi, tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama. Menurut BI uang dengan nominal besar kurang efisien serta merepotkan pembayaran. Oleh karena kebijakan tersebut akan bermanfaat besar bagi perekonomian yang akan membuat pencatatan dan pembukuan akan lebih efisien.
Latar Belakang Kebijakan Redenominasi, Bank Indonesia sedang mengkaji kebijakan redenominasi atas mata uang rupiah. Kebijakan ini diambil setelah hasil riset World Bank yang menyebutkan, Indonesia termasuk negara pemilik pecahan mata uang terbesar kedua di dunia setelah Vietnam. Uang pecahan terbesar di tanah air Rp 100.000, hanya kalah oleh dong Vietnam (VND) 500.000.
Tujuan dari Redenominasi, menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi.Tujuan berikutnya, mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional.
Nilai uang terhadap barang dari Redenominasi, tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan.
Kondisi saat dilakukannya Redenominasi, Redenominasi dilakukans saat kondisi makro ekonomi stabil. Ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali.
Masa transisi, Redenominasi dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap, agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
Contoh:
·               Misalnya dari Rp 1000,- menjadi Rp 1.- tanpa mengubah daya beli uang tersebut. Jika semula Rp 1000,- adalah untuk harga sebuah cabe rawit (cengek, cabe-kutu atau lombok-api) maka sesudah redenominasi dilakukan maka harganya adalah Rp 1,- Jika sesudah redenominasi dilakukan kita tak lagi bisa membeli sebuah cengek dengan harga Rp 1,- misalnya menjadi 110 sen maka ini bukan redenominasi murni melainkan sudah menjurus ke devaluasi dan sanering.

·               Pada redenominasi, bila terjadi redenominasi tiga digit (tiga angka nol), maka dengan uang sebanyak Rp 4,5 tetap dapat membeli 1 liter bensin. Karena harga 1 liter bensin juga dinyatakan dalam satuan pecahan yang sama  (baru).
"Berdasarkan uraian yang terdapat di atas, saya cenderung memilih Redominasi daripada sistem Sanering (Gunting Syafruddin) hal ini dikarenakan terpengaruhinya nilai mata uang setelah proses tersebut. Dalam sistem senering, dampak yang ditimbulkan adalah banyaknya kerugian karena daya beli turun drastis. Pengurangan jumlah uang yang beredar akibat lonjakan harga-harga itu dilakukan karena ekonomi negara sangat buruk yang mendekati ambruk karena hiper inflasi, nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil, karena yang dipotong adalah nilainya. Sedangkan, dalam Redominasi , Nilai uang terhadap barang tidak berubah, karena hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan. Redominasi ini digunakan untuk menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi, dan mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional. Selain alasan tersebut, Redenominasi dipersiapkan secara matang dan terukur sampai masyarakat siap menerima sistem baru yang akan terjadi."

3. Maksud dan tujuan dari Nasionalisme De Javasche Bank

Tujuan dari program ini adalah memajukan pengusaha pribumi.Agar para pengusaha pribumi bekerjasama memajukan ekonomi nasional. Pertumbuhan dan perkembangan pengusaha swasta nasional pribumi dalam rangka merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. Memajukan ekonomi Indonesia perlu adanya kerjasama antara pengusaha pribumi dan non pribumi. Selain itu, Nasionalisasi juga bertujuan menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan penghematan secara drastis untuk memulihkan perekonomian bangsa Indonesai pasca gangguan dari Benda, selain itu Pemerintah juga menganggap Belanda menyalahi aturan sehingga Indonesia harus mengambil ketegasan.
Maksud dilakukan Nasionalisasi De Javache Bank, antara lain

1. Republik Indonesia sebagai negara yang berdaulat dan merdeka harus memiliki Bank sentral yang bersifat nasional dan murni kepemilikan Bangsa Indonesia.
2. Untuk menjamin kepentingan Umum.
3. Karena De Javasche Bank masih bersifat partikeler atau milik asing bukan nasioanal.
4. Untuk mengakhiri kedudukan De Javasche Bank yang masih ada campur tangannya dengan Belanda.
Akhirnya De Javasche Bank saat ini menjadi Bank Indonesia.

4. Bandingkan pembentukan biro perancang negara pada orde baru dengan kabinet kerja saat ini

Biro Perancang Negara dibentuk pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo I dengan tugas merancang pembangunan negara jangka pendek yang diketuai oleh Djuanda. Karena masa kerja kabinet yang terlalu singkat biro ini tidak dapat bekerja maksimal.
"Program yang dilaksanakan umumnya merupakan program jangka pendek, tetapi pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo II, pemerintahan membentuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang disebut Biro Perancang Negara. Tugas biro ini merancang pembangunan jangka panjang.Ir. Juanda diangkat sebagai menteri perancang nasional. Biro ini berhasil menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) yang rencananya akan dilaksanakan antara tahun 1956-1961 dan disetujui DPR pada tanggal 11 November 1958. Tahun 1957 sasaran dan prioritas RPLT diubah melalui Musyawarah Nasional Pembangunan (Munap). Pembiayaan RPLT diperkirakan 12,5 miliar rupiah"
-------------------------------
"Roml, Presiden Jokowi diminta mengembalikan Tim Ekonominya kepada ekonom Rizal Ramli. Soalnya, kini perekonomian Indonesia dinilai malah jauh dari harapan rakyat.
Hal ini dinyatakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Rakyat Indonesia (Serindo) Jones Batara Manurung. Menurutnya, politik kerakyatan yang didengungkan Jokowi melalui Tri Sakti dan Nawa Cita ternyata malah jauh dari rakyat.
Padahal, lanjutnya, politik kerakyatan harus sejalan dengan ekonomi kerakyatan, sebagaimana diharapkan masyarakat dengan janji-janji Jokowi pada Pilpres 2014 lalu.
Presiden butuh tim ekonomi yang beridentitas profesional progresif yang dapat memecahkan kebuntuan tata kelola ekonomi yang masih dikuasai segelintir kelompok," tutur Jones.
Dia mengungkapkan, model ekonom seperti Rizal Ramli (RR) dapat menjadi salah satu yang bisa diharapkan dalam tim ekonomi yang memiliki kapasitas dan keberanian (profesional progresif) dalam misi pembangunan kembali ekonomi kerakyatan.
Dijelaskannya, RR memang sudah pernah terlibat di Kabinet Kerja Presiden Jokowi, namun sayangnya keluar tanpa reserve dari Kabinet Kerja.
"Karakter layaknya seorang aktivis progresif, yang suka "ngepret" membuat seorang Rizal harus digeser karena dianggap "mengganggu" kepentingan pihak tertentu," ujar Jones.
Dikatakan Sekjen Relawan Duta Jokowi ini, dengan Tim Ekonomi yan berjiwa kerakyatan (profesional progresif), sebenarnya dapat menjadi stimulant upaya penuntasan agenda Jokowi sebagaimana janjinya pada masa kampanye. Tim tersebut diharapkan dapat membuka jalan yang lebih mudah untuk periode kedua Jokowi.
"Tim Ekonomi profesional progresif ini bertugas membangun kembali fondasi sistem ekonomi kerakyatan Indonesia untuk bisa menyingkirkan politik identitas dan memenangkan politik kerakyatan," jelasnya.
Direktur Eksekutif Nasional Rumah Tani Indonesia (RTI) ini juga menilai sosok RR saat menjabat menteri di Kabinet Kerja memberi corak tersendiri. Dia merupakan sosok yang berani berbeda pendapat dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt.
Terkait kontrak freeport, RR juga berseberangan dengan Sudirman Said saat itu. Demikian pula dengan kebijakan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta tentang reklamasi Teluk Jakarta, Rizal Ramli juga berseberangan.  "
Dari dua kutipan yang saya ambil dari artikel, menurut saya perbandingan dari sistem ekonomi pada saat kabinet dahulu lebih mementingkan cara mengembalikan kemerosotan keuangan yang terjadi dan mengatasi inflasi. namun, tidak berhasil karena jangka waktu yang terlalu sedikit,  sedangkan kabinet kerja sekarang tidak memerhatikan cara mengatasi masalah keuangan yang ada melainkan meneruskan kinerja sebelumnya dan berusaha mengembalikan kembali sistem menjadi sistem ekonomi yang lebih berpihak kepada rakyat.

5. Letak kegagalan sistem ekonomi ali baba, mengapa muncul sentimen (pribumi nonpribumi)

Alasan kegagalan Kabinet Ali
1.      Jatuh disebabkan adanya persoalan dalam TNI-AD, yakni soal pimpinan TNI-AD menolak pimpinan baru yang diangkat oleh Menteri Pertahanan tanpa menghiraukan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan TNI-AD.
2.      Persaingan ideologi juga tampak dalam tubuh konstituante.Pada saat itu negara dalam keadaan kacau disebabkan oleh pergolakan di daerah.
3.      Persaingan antara kelompok agama dan nasionalis yang berlangsung sampai awal tahun 1960-an mengakibatkan keadaan politik nasional tidak stabil.Hal tersebut sangat mengganggu jalannya pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah.
4.      Ingin menyatukan pengusaha pribmi & tionghoa,tapi gagal karena pengusaha pribumi lebih konsumftif dibandingkan dengan pengusaha tionghoa yang menghasilkan.Menjadi ladang korupsi dan kolusi
5.      Orang-orang pribumi yang terlatih dan berpengalaman terlalu sedikit
6.      Kaum pribumi tidak memiliki modal kuat dan nyaris tidak mungkin untuk bersaing

Lantas mengapa sering muncul sentimen antara kaum pribumi dan nonpribumi?
“Embrio” Pribumi dan Non-pribumi
Golongan pribumi dan non-pribumi muncul sebagai akibat adanya perbedaan mendasar (diskriminasi) terutama dalam perlakuan yang berbeda oleh rezim yang sedang berkuasa. Ini hanya terjadi jika rezim yang berkuasa adalah pemerintahan otoriter, penjajah dan kroninya ataupun nasionalisme yang sempit. Contoh, di zaman penjajahan Belanda, Belanda memperlakukan orang di Indonesia secara berbeda didasari oleh etnik/keturunan. Mereka yang berketurunan Belanda akan mendapat pelayanan kelas wahid, sedangkan golongan pengusaha/pedagang mendapat kelas kedua, sedangkan masyarakat umum (penduduk asli) diperlakukan sebagai kelas rendah (“kasta sudra”).

Setelah merdeka, para pejuang kemerdekaan kita (Bung Karno, Hatta, Syahrir, dll) berusaha menghapuskan diskriminasi tersebut. Para founding father Bangsa Indonesia menyadari bahwa selama adanya diskriminasi antar golongan rakyat, maka persatuan negara ini menjadi rentan, mudah diobok-obok oleh kepentingan neo-imperialisme. Bung Karno telah meneliti hal tersebut melalui tulisan beliau di majalah “Suluh Indonesia” yang diterbitkan tahun 1926.  Ia berpendapat bahwa untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan membangun bangsa yang kuat dibutuhkan semua elemen/golongan Untuk itu  beliau mengajukan untuk menyatukan kekuatan dari golongan Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme sebagai kekuatan superpower. Hal inilah yang ditakuti oleh Amerika dan sekutunya serta para pemberontak (penghianat, separatis) di negeri ini dengan berbagai alibi.

Setelah pemerintahan Bung Karno direbut oleh kekuatan liberalis-kapitalis melalui Jenderal yang berkuasa dengan tangan besi, Pak Harto, maka konotasi pribumi dan non-pribumi kembali “terpelihara subur”. Agenda pembangunan makro yang direntenir oleh IMF dan Bank Dunia membutuhkan golongan istimewa (haruslah minoritas) serta mengabaikan golongan mayoritas. Maka perjalanan bangsa setelahnya menjadi pincang yang luar biasa. Segelintir golongan memperkaya diri yang luar biasa, sedangkan golongan terbesar harus bekerja keras dengan kesejahteraan pas-pasan. Indonesia yang kaya raya dengan sumber daya alam baik di darat maupun laut hanyalah dirasakan oleh golongan penguasan dan “peliharaan” penguasa. Rakyat jelata hanya menerima ampas kekayaan alam Indonesia. Semua sari kekayaan di”sedot’ oleh perusahaan asing dan segelintir penghianat bangsa.

Inilah mengapa,  diera orde baru, konflik horizontal antara penduduk miskin (disebut  dan dilabeli sebagai pribumi) dengan si kaya (umumnya dilabeli sebagai non pribumi) berkembang dan namun erpendam. Kebencian diskriminasi ini akhirnya pecah di tahun 1998. Namun sangat disayangkan, hanya segelintir kelompok si kaya – “non-pribumi” yang kena getahnya. Massa kepalang berpikiran semua orang keturunan adalah non-pribumi, sehingga gerakan mereka ibarat “menembak burung di angkasa raya, namun sapi di sawah yang mati”. Burung (penguasa, penghianat, si-kaya) masih beterbangan di angkasa Indonesia, Singapura, dan Amerika.  Hingga saat ini, pemerintah hanya dapat menonton “burung-burung” tersebut beterbangan bebas……Yang tewas adalah rakyat miskin dan jelata.

6. Tujuan rencana pembangunan lima tahun

Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah satuan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru di Indonesia.

  1. Repelita I (1969–1974) bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian.
  2.  Repelita II (1974–1979) bertujuan meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi.
  3.  Repelita III (1979–1984) menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor.
  4.  Repelita IV (1984–1989) bertujuan menciptakan lapangan kerja baru dan industri.
  5. Repelita V (1989–1994) menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan.

JANGAN ASAL COPAS YAA, IJIN DULU SAMA YANG PUNYA